Rabu, 03 April 2013

Cerita Hikmah : Imam dan Sarung Bolong


Imam dan Sarung Bolong


Bismillahirrahmanirrahim,
Semoga Allah ‘azza wajalla mengampuni setiap kesalahan kita, baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja, yang sirr maupun yang jahr.
Sebuah pengalaman yang sungguh tidak pernah direncanakan. Suatu hari, tepatnya Kamis malam Jum’at saat setelah adzan maghrib berkumandang di masjid, saya bergegas wudhu dan mengenakan baju serta kain sarung. Tanpa memperhatikan kain yang saya pakai, saya langsung menuju masjid karena takut tertingal shalat berjama’ah.
Setibanya di masjid tepat dikumandangkan iqomah, saya langsung masuk masjid dan menuju shaf pertama. Belum sampai saya di shaf pertama, ketua DKM yang biasa disapa “Pak Haji” membopong saya untuk menjadi imam. Maka saya langsung menuju mihrab tempat imam. Setelah memperhatikan dan meluruskan shaf, saya langsung menghadap kiblat dan memulai shalat dengan bertakbir, “Allahu Akbar...!”
Setelah shalat dan berdzikir, saya lanjutkan dengan shalat sunnah ba’diyah. Ada kebiasaan yang dilakukan pada malam jum’at di masjid tersebut, yaitu membaca surat Yasin yang dikenal dengan istilah “Yasinan”. Maka sayapun ikut bergabung dengan jama’ah. Setelah acara Yasinan selesai, saya diingatkan oleh “Pak Haji” kalau kain sarung yang saya pakai bolong. Maka sayapun memeriksanya, dan ternyata.... “Masya Allah...., Astaghfirullah....” sarung saya bolong di bagian belakang sejajar dengan lutut. Lantas saya konfirmasi ke “Pak Haji” mengapa tidak memberitahu sebelum shalat maghrib tadi. Beliau menyatakan kagok (tanggung) karena saya tadik sudah takbiratul ihram.
Hukumnya :
  1. Di antara syarat sah shalat ialah harus menutup aurat. Sementara dalam kasus di atas ada sebagian aurat (kemungkinannya) terlihat. Dalam kondisi normal (di mana seseorang mengetahui bahwa pakaiannya tidak menutup aurat) tentu hal ini menyebabkan shalat tidak sah. Akan tetapi untuk kondisi di atas, imam tidak menyadari jika kain sarungnya bolong di bagian belakang.
  2. Makmum yang mengetahui imam memakai sarung bolong wajib mengingatkan.
Hikmahnya :
Kejadian di atas memiliki beberapahikmah yang dapat diambil oleh saya sendiri atau oleh jama’ah shalat yang lain, di antaranya :
  1. Tidak tergesa-gesa dalam melakukan persiapan shalat.
  2. Selalumengecek pakaian yang dikenakan saat shalat.


Parakan Salak, 22 Desember 2011 (By : Abu Adhyan)

Membentuk Keluarga Qur'ani


Membentuk Keluarga Qur’ani
Oleh : Ust. H. Mutammimul’Ua, S.H. *)

Kewajiban Terhadap Al Qur`an
Pertanyaan pertama Apa kewajiban kita terhadap Al Qur`an :   
  1. Meyakini kebenaran Al Qur`an. Pelajaran dari Awal surta Al BAqarah bahwa tidak ada keraguan dalam A Qur`an sehingga kita meyakini kebenaran Al Qur`an seutuhnya. Keyakinan ini diberikan di awal Al Qur`an agar energi kita tidak banyak terbuang untuk mencari `kebenaran ` Al Qur`an namun banyak dimanfaatkan untuk mengambil pelajaran dari Al Qur`an itu sendiri.
  2. Melaksanakan atau mengamalkan. Karena dengan pelaksanaannya lah Al Qur`an akan memberikan efek transformasi, meningkatkan derajat kehidupan. Inilah maksud dari hadits berikut
Umar Radliyallahu`anhu berkata bahwa Nabi Muhammad Shallallahu`alahi wasallam telahbersabda " Sesungguhnya Allah akan meninggikan suatu kaum dengan Al Qur`an dan merendahkan yang lainnya karena Al Qur`an pula"
  1. Membaca Al Qur`an. Hal ini adalah bagian dari point diatas yaitu sebagai buah dari keyakinan terhadap Al Qur`an juga jalan menuju pelaksanaan Al Qur`an.
Seorang mu`min, tentunya sempat membaca Al Qur`an dalam sholat-sholat mereka. Namun sebaiknya sempat juga membaca Al Qur`an di luar sholat, bahkan kalau bisa `tiada hari tanpa membaca Al Qur`an`.
Membaca Al Qur`an maksudnya melafalkan Al Qur`an, jadi tidak harus selalu membaca melalui tulisan namun bisa juga berasal dari hafalan. Bahkan kita ketahui bahwa Rasuulullah tidak mampu membaca, namun beliau adalah `Pembaca` qur`an yang terbaik karena beliau membacanya dari hafalan yang berada dalam hati beliau.
  1. Mentadabburi makna Al Qur`an.
Saat ini Alhamdulillah, sarana untuk memahami Al Qur`an semakin banyak. Diantaranya dengan tersebarnya qur`an terjemahan kedalam bahasa Indonesia, bahkan juga buku-buku tafsir yang telah diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia.
  1. Mendakwahkan atau menyebarkan ajaran Al Qur`an. Sebagaimana dalam hadits `khairukum man ta`allamal qur`an wa`allamahu`.  Bahkan kalau bisa apapun profesi kita sebaiknya kita memiliki profesi  juga sebagai `Pengajar Al Qur`an` mulai dari membaca, mengambil ilmu darinya, juga usaha-usaha mengamalkannya dalam keseharian.
  2. Mendidikan Al Qur`an kepada anak kita.
Berdasarkan hadits rasuululllah..  `allimuu aulaadakum hubbi nabiyyihi, hubbi ahlibaitihi, wa qiraa-atil qur`an`. Sehingga mendidik alqur`an adalah salah satu kewajiban orang tua kepada anaknya yang diwasiatkan oleh Rasuulullah shallallahu`alaihi wasallam.
Hikmahnya, karena setelah kita meninggal maka amal kita terputus, kecuali beberapa hal diantaranya `waladun sholihun yad`u lahu`.
Nah, bagaimana mungkin muncul anak sholih bila sebelumnya tidak pernah mendapat pendidikan Al Qur`an.
Juga agar anak-anak kita menjadi orang yang mulia, karena Al Qur`an itu mulia dan akan memuliakan orang-orang yang mengambil pelajaran dan mengamalkannya atau orang yang terdidik dengan Al Qur`an.

Bagaimana Mendidik Anak dengan Al Qur`an ?
Apa yang kita lakukan agar anak kita terdidik dengan Al Qur`an ?
  1. Orang tuanya harus memberi teladan. Bila kita ingin anak kita memiliki sifat yang baik, maka hendaklah hal itu pertama kali ia lihat dari teladan orang tuanya. Karena pelajaran dari melihat contoh nyata lebih mengena dibandingkan pengajaran teori. Dalam bahasa arab dikenal istilah `lisaanul haal afshohu min lisaanil qaul`. Itu juga diantara hikmah diutusnya para Rasul untuk menjadi `teladan nyata` pelaksanaan ajaran ilahi bagi ummatnya.
  2. Mengajarkan membaca Al Qur`an. Pada asalnya orang tua tidak harus mengajarkan langsung Al Qur`an pada anaknya, karena bisa pula diwakilkan dengan dengan mendatangkan guru bagi anak-anak kita. Namun bila kita mewakilkan pengajaran Al Qur`an maka kita kehilangan amal jariyah yang besar, amal yang akan senantiasa mengalir selama anak-anak tersebut kelak mengambil manfaat dari pendidikan qur`an yang kita ajarkan.
Kapan kita mengajarkan Al Qur`an  pada anak kita ?
  • Mengenal huruf Al Qur`an kira-kira dimulai sejak tiga tahun.
  • Mengajarkan Al Qur`an dalam artian membiasakannya untuk berinteraksi dengan Al Qur`an dengan mendengarkan pembacaan Al Qur`an. Yaitu dengan memperdengarkan Al Qur`an.  Maka hal ini bisa dimulai lebih awal bahkan sejak anak-anak tersebut masih dalam kandungan.

Sampai kapan anak kita diajarkan qur`an ?
Pengajaran al qur`an diberikan hingga akhir kehidupannya. Jadi pengajaran Al qur`an tidak berhenti hanya ketika usia SD, namun klo bisa terus berlanjut bahkan hingga dewasa.
  1. Membangun lingkungan pengajaran Al Qur`an
  2. Menasehati terus menerus tentang kemuliaan Al Qur`an.
  3. Mengulang-ulang pembacaan Al Qur`an
  4. Memberikan reward and punishment, sebagai apresiasi atas keberhasilan anak yang akan memotivasinya untuk terus belajar.
  5. Mendo`akan anak-anak kita. Bisa do`a secara umum untuk kebaikan anak-anak kita, bisa juga ditambahkan do`a-do`a khusus misalnya agar anak-anak kita menjadi penghafal Al Qur`an juga sukses mentadabburi dan mengamalkan Al Qur`an.
*) Orangtua 10 Bintang Penghafal Al-Qur’an.

Selasa, 02 April 2013

Gerakan 'Pungut Sampah'


Gerakan 'Pungut Sampah'
Oleh : Suhandi, M.Pd.I

Memiliki lingkungan yang bersih merupakan impian yang di idam-idamkan banyak orang dan lembaga, termasuk sekolah. Sekolah, sebagai lembaga pendidikan memang seharusnya berusaha dengan program yang sistematis mewujudkan lingkungannya bersih, khususnya bersih dari sampah.
Jika kita berkunjung ke berbagai sekolah, kata “bersih” bak menjadi primadona yang berderet di antara kata-kata lain dalam visi, misi, tujuan, dan tema yang diusung. Akan tetapi, dalam realisasinya masih banyak sampah yang bertebaran di berbagai tempat, terutama di tempat-tempat yang tersembunyi, seperti lorong, selokan, pojok-pojok ruangan, atas lemari, laci, dan sebagainya.
Di antara sekian banyak program kebersihan lingkungan, ada satu hal yang sederhana yang bisa dilakukan oleh siapa saja, murah dan efektif, yakni membudayakan 'Gerakan Pungut Sampah'. Jika boleh meminjam istilah “3M” yang dipopulerkan oleh KH. Abdullah Gymnastiar (Aa Gym) yakni, Memulai dari diri sendiri, Memulai dari hal terkecil, dan Memulai dari saat ini (sekarang), maka seluruh komponen sebuah lembaga, baik siswa, guru, kepala sekolah, petugas kebersihan, keamanan, sampai pengurus yayasan harus menjadikan diri sendiri sebagai orang pertama yang memungut sampah. Lho... kok mungut sampah? Ya, memang! Setiap kita harus tahu, mau, dan mampu menggerakkan tangan untuk mengambil sampah di manapun dan kapanpun. Di mana ada sampah, kita ambil. Bukankah menjaga kebersihan bagian dari iman?
Memungut sampah memang sebuah hal yang sederhana, akan tetap ketika ini sudah menjadi budaya pada setiap pribadi di sebuah sekolah, maka akan berdampak luar biasa. Kebersihan lingkungan akan terwujud jika diawali dari hal-hal kecil, seperti memungut sampah. Kapan memungut sampah dilakukan? Ya, sekarang juga! Setiap ada sampah, langsung pungut tanpa harus menunggu instruksi atau perintah siapapun.
Bagaimana membudayakan 'Gerakan Pungut Sampah'? Ada 4 (empat) aksi yang dapat dilakukan oleh setiap kita agar 'Gerakan Pungut Sampah' menjadi budaya hidup, yaitu : LIHAT, PUNGUT, BAWA, SIMPAN. Siapapun kita, jika melihat sampah, langsung pungut, bawa ke tempat di mana ada tempat sampah. Jangan sungkan menteng sampah jika tempat sampah jarahnya jauh dari tempat ditemukannya sampah, kemudian simpan dan masukkan sampah ke tempatnya.
Satu hal yang harus ditumbuhkan dalam membudayakan 'Gerakan Pungut Sampah' ialah menjauhkan diri dari rasa malu. Jangan pernah malu jika anda memungut sampah, justru memungut sampah merupakan amal yang mulia. Harusnya kita lebih malu jika terdapat sampah di sekitar kita, dan kita membiarkannya.
Semoga, hal yang sederhana ini menjadi inspirasi bagi kita semua untuk membudayakan 'Gerakan Pungut Sampah', sehingga kita semua menjadi pribadi-pribadi yang bersih, peduli terhadap kebersihan dan lingkungan yang bersih tidak sekedar menjadi slogan, tetapi menjadi keyataan, amiin.

Selasa, 08 Mei 2012

Panduan Ibadah Ramadhan






Oleh : Suhandi, M.Pd.I
Bab I
Puasa Ramadhan
A. Pengertian Puasa
Menurt bahasa puasa berasal dari kata Ash-Shiyam bentuk jama’ dari Ash-Shoum yang artinya menahan diri dari sesuatu, seprti menahan diri dari makan, minum, nafsu dan perbuatan yang tidak bermanfaat. Menurut istilah, puasa ialah menahan diri dari sesuatu yang membatalkan puasa selama satu hari, mulai terbit fajar hingga terbenam matahari disertai niat dan syarat-syarat tertentu.
B. Hukum Puasa
Hukum puasa di bulan Ramadhan adalah wajib bagi setiap muslim. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT berikut :
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”. (QS. Al-Baqarah (2) : 183)

Kemudian dalam ayat selanjutnya, Allah SWT menegaskan pula tentang wajibnya puasa Ramadhan dalam firman-Nya :

“(beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu”. (QS. Al-Baqarah (2) : 183)
C. Hikmah Puasa
Sesungguhnya banyak hikmah yang dapat kita rasakan ketika berpuasa di bulan Ramadhan. Di antara hikmah tersebut ialah :
1. Pembersihan Jiwa (Tazkiyatun Nafs)
Penyucian jiwa seorang hamba ketika berpuasa dilakukan dengan mematuhi perintah Allah SWT, menjauhi larangan-Nya dan melatih diri untuk menyempurnakan ibadah kepada Allah semata, meskipun itu dilakukan dengan menahan diri dari hal-hal yang menyenangkan dan membebaskan diri dari hal-hal yang yang telah melekat sebagai kebiasaan. Seandainya mau, bias saja ia makan, minum, dan tidak ada seorangpun yang mengetahuinya. Akan tetapi, karena iman yang mendasarinya, jiwanya tunduk dan patuh kepada perintah Allah Sang Penguasa ala mini. Rasulullah SAW bersabda :

3

“Demi Dzat yang diriku ditangan-Nya, sesungguhnya bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah SWT dsaripada bau minyak kasturi. Dia tidak makan, tidak minum, dan tidak berhubungan dengan istrinya karena Aku. Setiap amal manusia baginya, kecuali puasa. Ia untuk-Ku dan Aku yang akan memberinya pahala.” (HR. Bukhari dan Muslim)
2. Melatih Kesabaran
Dengan puasa, seseorang akan terbiasa untuk bersabar. Bersabar dalam memenuhi keinginan, seperti bersabar dalam menahan lapar dan haus sampai diperbolehkannya berbuka, serta sabar dalam menghindari maksiat, seperti bersabar untuk tidak ghibah, berbohong dan sifat-sifat tercela lainnya.
Karena puasa melatih umat Islam untuk bersabar, maka Rasulullah SAW menamai bulan Ramadhan sebagai Syahrus Shobr (bulan kesabaran). Nabi SAW bersabda :
“Puasa adalah bulan kesabaran dan tiga hari setiap dalam bulan dapat melenyapkan kedengkian dalam dada.” (HR. Bazzar, Thabrani dan Baghowi)
3. Perisai dari Api Neraka
Orang-orang yang berpuasa akan mendapatkan balasan pahala dari Allah SWT kelak diakhiran. Pahala puasa itu akan melindungi ia dari dosa-dosa yang pernah dilakukan dan dari siksaan api neraha. Rasulullah SAW bersabda :
“Puasa adalah perisai dari api neraka, seperti perisainya salah seorang di antara kalian dalam peperangan.” (HR. Ahmad, Nasa’i, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, dan Ibnu Khuzaimah dari Utsman bin Abil ‘Ash)
4. Meredam Syahwat
Kita sadari bahwa syahwat merupakan senjata ampuh yang sering digunakan oleh syetan dalam menjerumuskan umat manusia ke jalan kesesatan, bahkan sejumlah ahli psikologi menganggap ia sebagai penggerak utama semua perilaku manusia.
Dengan puasa, seseorang bias mematahkan gejolak syahwatnya. Sehingga Rasulullah SAW menganjurkan kepada para pemuda yang belum mampu menikah agar berpuasa. Dari Ibnu Mas’ud, beliau bersabda :
“Wahai para pemuda, barang siapa di antara kalian telah mampu (untuk menikah), maka menikahlah. Sesunggunya ia lebih dapat menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Sedangkan barang siapa belum mampu (untuk menikah), maka berpuasalah, karena sesungguhnya puasa itu pengebirian[1] baginya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
5. Menumbuhkan Syukur Nikmat
Dengan puasa, seseorang dapat merasakan nikmatnya kenyang setelah ia berbuka. Jika ia merasa kenyang setelah lapar dan hilang dahaga setelah kehausan, maka akan keluar dari lubuk hatinya ucapan “alhamdulillah”. Hal itu mendorongnya untuk mensyukuri nikmat-nikmat yang telah Allah berikan kepadanya. Inilah yang diisyaratkan oleh Nabi dalam hadits yang sanadnya berasal dari Abi Umamah yang artinya :
“Tuhanku telah menawariku untuk menjadikan kerikil di Makkah emas. Aku menjawah, “Tidak wahai Tuhanku”. Akan tetapi aku kenyang sehari dan lapar sehari. Apabila aku lapar, aku merendah sambil berdzikir kepada-Mu, dan apabila aku kenyang, aku memuji-Mu dan bersyukur kepada-Mu.” (HR. Ahmad dan At-Tirmidzi)
6. Membangun Jiwa Sosial
Lapar dan dahaga yang dirasakan oleh orang yang berpuasa akan mendorong ia untuk merasakan pula penderitaan yang dirasakan oleh orang-orang miskin yang serba kekurangan, sehingga orang yang dilimpahkan riskinya oleh Allah SWT terdorong untuk mengulurkan tangan, membantu kesulitan saudaranya yang miskin. Ibnu Qoyyim berkata, “Ia (puasa) dapat mengingatkan mereka (orang kaya) akan kondisi laparnya orang-orang miskin.”
Atas dasar itu, maka salah satu amalan yang utama dilakukan di bulan Ramadhan ialah memberikan makanan kepada orang yang berpuasa. Nabi SAW bersabda :
“Barang siapa memberi makan untuk berbuka bagi orang yang berpuasa, ia mendapatkan pahala seperti pahalanya (orang yang berpuasa) tanpa mengurangi sedikitpun pahala prang yang berpuasa itu.” (HR. Ahmad, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban dalam shahihnya dari Zaid bin Khalid)
7. Mencapai Derajat Taqwa
Muara dari ibadah puasa dan ibadah-ibadah lain yang menyertainya ialah mempersiapkan orang menuju derajat takwa dan naik ke kedudukan orang-orang muttaqin. Ibnu Qoyyim berkata, “Puasa memiliki pengaruh yang menakjubkan dalam memelihara fisik, memelihara kekuatan batin dan mencegah bercampuraduknya berbagai bahan makanan yang merusak kesehatan. Puasa memelihara kesehatan hati, anggota badan dan mengembalikan lagi hal-hal yang telah dirampas oleh tangan-tangan nafsu syahwat. Ia adalah sebesar-besar pertolongan untuk membangun takwa.”

Allah SWT berfirman :
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”. (QS. Al-Baqarah (2) : 183)
8. Diampuni Dosa
Orang yang memasuki Ramadhan dengan ketaatan melaksanakan perintah puasa dan melakukan qiyamullail yang disyari’atkan oleh Rasulullah SAW, kelak ia akan keluar dengan ampunan atas dosa-dosa yang ia lakukan di masa lampau, dan kelak di akhirat ia akan diselamatkan dari siksa api neraka. Nabi SAW bersabda :
“Barang siapa berpuasa pada bulan Ramadhan dengan penuh keimanan dan harapan ridha Allah, maka ia diampuni dosa-dosanya yang telah lampau, dan barang siapa mendirikan (qiyamullail) pada bulan Ramadhan dengan penuh keimanan dan harapan ridha Allah, maka ia diampuni dosa-dosanya yang telah lampau.” (HR. Bukhari dan Muslim)
D. Keutamaan Ramadhan
1. Syahrul Qur’an
Ramadhan disebut Syahrul Qur’an karena pada bulan Ramadhan Allah SWT pertama kali menurunkan ayat Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad SAW. Hal ini dijelaskan dalam firman-Nya :“(beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil).” (QS. Al-Baqarah (2) : 185)
2. Syahrul Mubarok
Ramadhan disebut sebagai bulan yang penuh keberkahan. Hal tersebut berdasarkan sabda Nabi SAW yang artinya :
“Sesungguhnya telah datang kepada kelian bulan yang penuh berkah, Allah telah mewajibkan kalian berpuasa (di dalamnya). Saat itu dibuka pintu-pintu surga, ditutup pintu neraka dan dibelenggu setan-setan; bulan yang di dalamnya terdapat suatu malam yang nilainya lebih berharga dari seribu malam. Maka barang siapa yang tidak berhasil memperoleh kebaikannya, sungguh tidaklah ia akan mendapatkan (kebaikan) itu untuk selama-lamanya.” (HR. Ahmad, Nasa’i dan Baihaqi)
3. Syahrul Maghfiroh
Ramadhan disebut Syahrul Magrfiroh karena di dalamnya Allah SWT memberikan ampunan kepada hamba-Nya yang melaksanakan puasa atas dosa-dosanya yang telah lalu. Rasulullah SAW bersabda :
“Barang siapa berpuasa pada bulan Ramadhan karena iman dan mengharapkan ridho Allah, niscaya diampuni dosa-dosanya yang terdahulu.” (HR. Ahmad dan Ashabussunan)
4. Syahrul Ukhuwah
Ramadhan adalah bulan yang penuh dengan suasana ukhuwah (persaudaraan), saling membantu, memberi hidangan untuk berbuka, melaksanakan buka puasa bersama, shalat sunnah Tarawih berjama’ah, peduli terhadap sesame dengan gerakan ZIS, sehingga wajar apabila Ramadhan disebut sebagai Syahrul Ukhuwah.
E. Syarat Wajib Puasa
1. Islam
Ibadah puasa hanya diwajibkan kepada orang Islam, karena puasa merupakan salah satu dari 5 rukun Islam. Rasulullah SAW bersabda :
“Islam itu engkau bersaksi Tidak ada Ilah selain Allah dan sesungguhnya Muhammad adalah utusan-Nya, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, berpuasa Ramadha, dan menunaikan haji ke Baitullah, jika engkau mampu.” (HR. Muslim)
Kemudian yang menjadi dasar wajibnya puasa bagi orang Islam ialah firman Allah SWT berikut :“Hai orang-orang yang beriman[2], diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”. (QS. Al-Baqarah (2) : 183)
2. Baligh
Baligh artinya seseorang telah sampai pada ketetapan hukum wajib untuk melaksanakan suatu perintah Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda :
“Pena diangkat dari tiga golongan, yaitu : orang gila yang akalnya tertutup hingga sembuh, orang tidur hingga bangun, dan anak kecil hingga mimpi jimak” (HR. Ahmad, Abu Daud, Ibn Khuzaimah, Ibn Hibban, Hakimn dan Daruquthni dari Ali dan Umar)
3. Berakal
Sebagaimana hadits di atas, orang yang tidak sehat akalnya (gila), tidak diwajibkan untuk beribadah. Ketika ia sembuh (akalnya sehat), ia baru berkewajiban melakukan ibadah, termasuk shalat.
4. Suci dari Haid dan Nifas
Syarat wajib ini khusu bagi perempuan. Perempuan yang sedang haidh atau nifas, ia tidak diwajibkan puasa, tetapi ia harus menggantinya (membayar qadha puasa) di bulan yang lain.
5. Mampu dan Muqim
Orang yang tidak mampu berpuasa, seperti orang tua yang tidak kuat atau seseorang yang sedang sakit, serta orang yang sedang dalam perjalanan (tidak muqim), mereka tidak diwajibkan melaksanakan puasa. Hal ini serujuk pada firman Allah SWT berikut :“Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.” (QS. Al-Baqarah (2) : 185)
F. Rukun Puasa
1. Niat
Nilai dari setiap amal tergantung niatnya. Rasulullah SAW bersabda :
“Sesunggunya amal perbuatan itu tergantung pada niatnya, dan bagi setiap orang (akan mendapatkan) apa yang diniatkan.” (HR. Bukhari)
Oleh karena itu, niat menjadirukun pertama puasa. Adapun pelaksanaan niat harus dilakukan pada malam harinya atau sebelum fajar. Sebagaimana sabda Nabi SAW :
“Barangsiapa tidak membulatkan niatnya untuk berpuasa sebelum fajar, maka tidak sah puasanya.” (HR. Ahmad dan Ashabussunan).
Dengan demikian, apabila lupa berniat sampai lewat fajar, maka puasanya tidak sah. Oleh karena itu, membulatkan niat lebih baik dilakukan pada malam harinya atau setiap selesai shalat tarawih atau witir.
2. Menahan Diri
Menahan diri di sini ialah menahan diri dari hal-hal yang dapat membatalkan puasa, seperti makan, minum dan bersenggama sejak terbit fajar sampai terbenam matahari. Hal ini berdasarkan firman Allah SWT berikut :“Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang Telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam[3], yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam.”
(QS. Al-Baqarah (2) : 187)
G. Hal-hal yang Membatalkan Puasa
1. Makan dan Minum
Seseorang yang dengan sengaja makan atau minum, maka puasanya batal. Apabila makan atau minum tersebut tidak sengaja karena lupa, tidaklah membatalkan puasa, tetapi ia harus melanjutkan puasanya itu sampai selesai. Rasulullah SAW bersabda :
“Barang siapa lupa (padahal ia berpuasa) lalu ia makan atau minum, maka hendaklah dilanjutkan puasanya. Karena sesungguhnya ia diberi makan dan minum oleh Allah.” (HR. Jama’ah)
2. Muntah
Muntah yang dapat membatalkan puasa ialah muntah yang disengaja, seperti mencium bau yang merangsang muntah atau memasukkan tangan ke dalam kerongkongan sehingga mengakibatkan ia muntah, dan ia wajib mengqadha puasanya di bulan lain. Nabi SAW bersabda :
“Barang siapa didesak oleh muntah, ia tidak wajib mengqadha, tetapi barang siapa menyengaja muntah, maka hendaklah ia mengqadha (puasanya).” (HR. Abu Daud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, Daruquthni, juga Hakim yang menyatakan sahnya)
3. Haidh dan Nifas
Ketika seorang muslimah sedang berpuasa, kemudian ia haidh atau nifas, maka puasanya batal. Karena dengan datanga haidh atau nifat, ia sedang tidak suci dari hadats, sedangkan syarat sahnya puasa ialah suci dari haidh dan nifas.
4. Keluar Sperma
Keluar sperma air mani) yang membatalkan puasa ialah yang keluarnya dengan sengaja, seperti onani (masturbasi), nonton film porno, suami mencium atau memeluk istri. Adapun seseorang yang keluar sperma yang disebabkan oleh mimpi tidaklah membatalkan puasa. Ia hanya diwajibkan bersuci dari hadats besar dan melanjutkan puasanya.
5. Menelan Sesuatu yang Bukan Makanan
Menelan sesuatu yang bukan makanan untuk disembunyikan di dalam perut seperti menelen emas, intan atau uang, maka puasanya batal.
Bab II
Amaliah Ramadhan
Di antara amaliah Ramadhan yang dicontohkan Rasulullah SAW, baik amaliah ibadah maupun amaliah ijtima’iyah adalah sebagai berikut :
A. Puasa
Amaliah terpenting di bulan ramadhan ialah puasa, sebagaimana Allah SWT perintahkan dalam QS. Al-Baqarah ayat 183-187. Terkait dengan puasa, maka ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam upaya mengoptimalkan kualitas puasa Ramadhan, yaitu :
1. Memiliki wawasan yang benar tentang puasa dengan mengetahui dan menjaga rambu-rambunya.
2. Tidak meninggalkan puasa walaupun sehari dengan sengaja tanpa ada udzur sya’i (alas an yang dibenarkan oleh syari’at Islam).
3. Menjauhkan diri dari hal-hal yang dapat mengurangi atau bahkan menggugurkan pahala puasa.
4. Mersungguh-sungguh melakukan puasa dengan menepati aturan-aturannya.
5. Bersahur, karena dengannya akan mendapatkan keberkahan.
6. Menyegerakan berbuka.
7. Memperbanyak do’a.
B. Tilawah Al-Qur’an
Ramadhan merupakan bulan diturunkannya Al-Qur’an, dan pada bulan ini pula malaikat turun dan membaca Al-Qur’an bersama Rasulullah SAW. Selain itu, tak kalah pentinggnya juga, selain membaca, kemudian mentadabburi, difahami dan diamalkan. Allah SWT berfirman :“Ini adalah sebuah Kitab yang kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatNya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran.” (QS. Shad (38) : 29)
C. Memperbanyak Shadaqah
Dari Anas, Rasulullah SAW bersabda :
“”Seutama-utama shadaqah ialah shadaqah yang dilakukan pada bulan Ramadhan.” (HR. At-Turmudzi)
D. Memberikan Makanan
Di antara amaliah Ramadhan yang dilakukan Rasulullah SAW ialah memberikan makanan kepada orang yang berpuara, terutama ketika ifthor (berbuka puasa). Nabi SAW bersabda :
“Barang siapa memberi makan untuk berbuka bagi orang yang berpuasa, ia mendapatkan pahala seperti pahalanya (orang yang berpuasa) tanpa mengurangi sedikitpun pahala prang yang berpuasa itu.” (HR. Ahmad, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban dalam shahihnya dari Zaid bin Khalid)
E. Memperhatikan Kesehatan
Puasa termasuk kategori ibadah mahdhoh (murni), namun agar nilainya maksimal, Rasulullah SAW tetap memperhatikan kesehatannya, derngan cara :
1. Menggosok gigi
Dari Amir bin Rabi’ah, ia berkata : “Aku melihat Rasulullah SAW bersiwak (menggosok gigi) berkali-kali sedang ia dalam keadaan berpuasa.” (HR. Bukhari, Abu Daud dan At-Turmudzi)
2. Berobat, seperti dengan berbekam (alhijamah).
3. Memperhatikan penampilan, seperti pernah diwasiatkan oleh Rasulullah SAW kepada shahabat Abdullah Ibnu Mas’ud agar memulai puasa dengan penampilan baik dan tidak dengan wajah cemberut.[4]
F. Qiyamu Ramadhan




Pelaksanaan Qiyamu Ramadhan atau yang dikenal dengan shalat Tarawih mengacu kepada hadits Rasulullah SAW berikut :
“Dari Abu Hurairah RA menceritakan bahwa Nabi SAW sangat menganjurkan Qiyamu Ramadhan dengan tidak mewajibkannya. Kemudian Nabi SAW bersabda : Barang siapa mendirikan shalat pada malam bulan Ramadhan dengan penuh keimanan dan harapan ridha Allah, maka ia diampuni dosa-dosanya yang telah lampau.” (HR. Muttafaq ‘Alaih)
G. I’tikaf
Di antara ibadah penting yang dianjurkan dilaksanakap pada bulan Ramadhan ialah I’tikaf. I’tikaf ialah menetap di masjid dalam rangka ibadah kepada Allah SWT.
Para ulama sepakat bahwa I’tikap hukumnya sunnah, kecuali bagi seseorang yang bernadzar untuk I’tikaf, maka hukumnya wajib. Bagi orang yang beri’tikaf disyaratkan baginya untuk puasa. Ibnu Qayyim menyebutkan bahwa tidak pernah diriwayatkan Rasulullah SAW beri’tikaf dalam keadaan tidak berpuasa. Selain itu, I’tikaf harus dilakukan di masjid. Bagi orang yang beri’tikaf dianjurkan untuk melakukan ibadah, bukan mengisinya dengan tidur, kemudian dianjurkan untuk menjauhi hal-hal yang tidak perlu, seperti berdebat dan berkata kotor.
Abu Sa’id Al-Khudri RA, meriwayatkan bahwa beliau beri’tikaf pada bulan Ramadhan, terutama pada 10 malam terakhir. Ibadah penting ini sering dianggap berat sehingga ditinggalkan oleh orang-orang Islam, maka tidak aneh bila Imam Az-Zuhri berkomentas : “Aneh benar keadaan orang Islam, mereka meninggalkan ibadah I’tikaf, padahal Rasulullah SAW tidak pernah meninggalkan semenjak beliau pindah ke Madinah hingga wafatnya di sana.”




H. Mencari Lailatul Qadar
Lailatul Qadar artinya malam yang sarat kemuliaan, keagungan, kesucian, keutamaan, keberkahan, dan pahala yang berlipat.
Pada malam itu, Allah SWT menurunkan Al-Qur’an untuk pertama kalinya.
Setelah itu, Al-Qur’an diturunkan secara bertahap kurang lebih 23 tahun, yaitu 13 tahun di Makkah dan 10 tahun di Madinah. Peristiwa Lailatul Qadar itu Allah abadikan dalam surat Al-Qadr ayat 1-5 :“Sesungguhnya kami Telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan[5]. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu?. Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.”
Dari Anas RA bahwa Rasulullah SAW bersabda :
“Sesungguhnya bulan ini (Ramadhan) telah datang kepadamu. Di dalamnya terdapat satu malam yang nilai keutamaannya lebih baik dari seribu bulan. Barang siapa yang mengabaikannya, maka ia terabaikan dari segala kebaikan. Tak ada yang diabaikannya kecuali orang yang diabaikan.” (HR. Ibnu Majah[6])
Lailatul Qadar waktunya dapat dijumpai pada salah satu dari malam-malam ganjil sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Rasulullah SAW bersabda : “Carilah Lailatul Qadar itu pada malam-malam ganjil dari sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Allah SWT sengaja merahasiakan kemunculan malam itu agar kaum muslimin berlomba-lomba mengisinya dengan ibadah. Namun demikian, untuk memandu kaum muslimin memburu malam seribu bulan itu, Rasulullah SAW memberikan beberapa petunjuk, antara lain :
1. Terdapat dalam kitab Shahih Muslim bahwa Rasulullah SAW meberitahukan, di antara tanda-tandanya ialah terbitnya matahari pada pagi hari dengan sinar yang tidak terlalu terang seperti biasanya.
2. Terdapat dalam haditas Ibnu Abbas dengan riwayat At-Thayalisi dengan sanad yang shahih bahwa Nabi SAW bersabda : “Lailatul Qadar itu adalah malam yang cerah. Tidak terasa dingin juga tidak terasa panas. Matahari sepanjang hari itu memancarkan mega merah.”
3. Dalam hadits Watsilah bin al-Asqa’ dengan sanad hasan bahwa Rasulullah SAW bersabda : “Lailatul Qadar itu adalah malam yang bersinar. Tidak ada panas, tidak dingin. Tidak ada pula bintang yang dilemparkan (bintang komet jatuh).”
I. Umroh
Keutamaan ibadah umrah yang dilakukan pada bulan Ramadhan ialah mendapatkan pahala yang berlipat, sampai-sampai setara dengan pahala ibadah haji. Rasulullah SAW bersabda : “Jika Ramadhan tiba, lakukanlah umrah. Sesungguhnya umrah yang dilakukan pada bulan Ramadhan (pahalanya) setara dengan haji.” (HR. Bukhari dan Muslim)
J. Zakat Fitrah
Zakat fitrah disyari’atkan seiring berakhirnya Ramadhan sebagai pembersih hal-hal yang mengotori puasa dan santuna bagi orang-orang miskin di hari raya Idul Fitri.
Zakat fitrah wajib dikeluarkan oleh setiap muslim, merdeka, laki-laki, perempuan, anak-anak, maupun orang tua. Ibnu Umar RA mengatakan bahwa Rasulullah SAW memerintahkan mengeluarkan zakat fitrah bagi setiap muslim yang merdeka maupun hamba sahaya, laki-laki maupun perempuan, anak muda maupu orang tua.[7]


[1] Pengebirian, maksudnya menurunkan/melemahkan dorongan syahwat.
[2] Setiap mu’min pastilah ia Islam.
[3] Yang dimaksud dengan garis putih dan garis hitam ialah terangnya siang dan gelapnya malam.
[4] HR. Al-Haitsami.
[5] Malam kemuliaan dikenal dalam bahasa Indonesia dengan malam Lailatul Qadr yaitu suatu malam yang penuh kemuliaan, kebesaran, Karena pada malam itu permulaan Turunnya Al Quran.
[6] Al-Albani menilainya sebagai hadits hasan, terdapat dalam kitab At-Targhib 1/418.
[7] HR. Bukhari dan Jama’ah

REFERENSI

1. Dr. Yusuf Qarahdhawi, Fiqh as-Shiam (terjemahan Ma’ruf Abdul Jalil, dkk), Solo : Era Intermedia, 2006.

2. Sayyid Sabiq, Fiqhussunnah (terjemahan Mahyuddin Syaf, jilid 3), Bandung : PT. Al-Ma’arif, 1978.

3. Suhandi, S.Pd.I, Risalah Ash-Shiyam, Bogor : Ah@d Collection, 2006.

4. DR. Musthafa Dieb Al-Bugha, Muhyiddin Mitsu, Al-Wafi fi Syarhil Arba’in An-Nawawi (terjemahan Muhil Dhofir, Lc), Jakarta : Al-I’tishom Cahaya Umat, 2007

5. Hepi Andi Bastoni, Lc. dan Syaiful Anwar, S.Sos., Ramadhan bersama Rasulullah, Bogor : Pustaka Al-Bustan, 2007.

6. DKM Daarut Tauhiid, Buku Panduan Ramadhan, Bandung : Daarut Tauhid, 2006.