Oleh
: Suhandi, M.Pd.I
Bismillahirrahmanirrahim,
Yang
namanya setengah-setengah memang tidak akan pernah menghasil yang
maksimal. Seorang guru yang datang ke sekolah kemudian di pikirannya
juga memikirkan anaknya yang sedang sakit di rumah, pastilah ia tidak
akan maksimal dalam mengajarnya. Seorang siswa yang datang ke sekolah
untuk belajar kemudian di dalam pikirannya juga memikirkannya
permainan games online di warnet, maka yakinlah belajarnya tidak akan
maksimal. Seorang ibu rumah tangga yang sedang memasak kemudian di
dalam pikirannya memikirkan suaminya yang sedang dirawat di Rumah
Sakit, maka kualitas masakannya akan bekurang, bahkan bisa-bisa
gosong atau kurang bumbu.
Begitulah
memang, dalam setiap aktivitas yang kita lakukan hendaknya kita dapat
menghadirkan ruh dan jasad kita. Hati dan pikiran kita senantiasa
dihadirkan, sehingga dapat menggerakkan tubuh dan panca indera untuk
melakukan aktivitas yang maksimal.
Dalam
dunia pendidikan, seorang guru memberikan peranan yang strategis
dalam mengawal siswanya menuju gerbang kesuksesan. Sehingga, paya
yang maksimal dalam mencapai tujuan tersebut sangatlah diperlukan
upaya-upaya menghadirkan ruh dan jasad dalam proses mendidik siswa,
termasuk menjaga segala aktivitas baik di sekolah maupun di luar
sekolah, karena sadar ataupun tidak, segala aktivitas tersebut akan
berimbas kepada siswa.
Ada
beberapa hal yang dapat dilakukan oleh seorang guru :
- Melururuskan Niat
Banyak ulama-ulama salam yang
menuliskan bab niat ni di awal kitab-kitabnya. Ini sesuatu yang
fundamental dalam menghasilkan sebuah amal yang produktif. Sebaga
contoh, ketika pagi hari seorang guru berangkat dari rumah menuju
sekolah, kemudian ia menancap gas motornya karena takut terlambat,
malu namanya dipampang di papan keterlambatan, takut kehilangan
reward
kedisiplinan yang hanya Rp 50.000,00. Sesungguhnya ia telah salah
dalam berniat. Manakala di perjalanan ia ditakdirkan terkena musibah,
kemudian meninggal dunia, sepertinya ia akan meninggal dalam kondisi
su'ul khatimah.
Mengapa demikian? Karena dari awal kepergiannya ke sekolah, ia hanya
mengharapkan urusan duniawi saja.
Alangkah indahnya, ketika seorang guru
di pagi hari pergi ke sekolah, di tengah padatnya kendaraan, ia
menancap gas sepeda motornya agar tidak terlambat ke sekolah. Ia
ingin memberikan contoh kedisiplinan kepada siswa-siswinya, ia ingin
menyambut kedatangan siswa-siswinya di gerbang sekolah, serta ia
ingin mengawali kegiatan tilawah pagi di kelas beserta
siswa-siswinya. Sekalipun ia di perjalanan menuju sekolah ditakdirkan
Allah terkan musibah sampai meninggal dunia, Insya Allah ia meninggal
dalam dalam keadaan husnul
khatimah.
Kemudian dalam kondisi lain, terkadang
profesi guru ini dijadikan sebagai profesi sampingan oleh sebagian
orang yang tidak mampu bersaing di bidang lain. Dari pada tidak punya
pekerjaan, ya jadi guru saja, karena mungkin prosesnya lebih mudah.
Ini sebuah kondisi yang perlu diluruskan. Karena seseorang yang
merniat menjadi guru hanya sebagai profesi kelas dua (sampingan),
sesungguhnya tidak akan pernah bisa maksimal, karena ruhnya selalu
berada di tempat lain, dan selalu mencari-cari peluang sukses di
tempat lain. Padahal, peluang sukses yang ada di depan mata
diabaikan.
Saya selalu terngiang-ngiang nasihat
yang pernah dilontarkan oleh salah seorang guru saya ketika di SMA,
ia berkata, “Han, kalau mau terjun pada sebuah profesi, cintai
betul profesi itu karena pada suatu hari nanti, kamu pasti akan
merasakan indahnya, nikmatnya profesi tersebut” Dari nasehat ini,
saya meyakini bahwa memiliki profesi apapun, termasuk menjadi guru
tidak bisa setengah-setengah. Semoga kita semua kalangan pendidik
dapat meluruskan kembali niat kita selama ini. Yakinlah, menjadi guru
akan mendapatkan keuntungan ganda, ke untungan di dunia dan
keuntungan di akhirat.
2.
Menerima Amanah dan Melaksanakannya dengan Tanggung Jawab
Ketika saya di pesantren dan kuliah
masih tingkat I saya diminta oleh Kyai saya untuk menggantikan beliau
mengisi ta'lim ibu-ibu pada hari ahad pagi. Pada awalnya saya kaget,
minder, merasa gak mampu. Kenapa saya? Padahal masih ada dewan asatid
lain.Kemudian saya kembali berpikir, “Tidak semata-mata Kyai saya
memberikan amanah ini, kalau beliau tidak meyakini bahwa saya
mampu”
Dalam kesempatan lain, masih ketika
saya di pesantren, saya untuk pertama kalinya diberikan amanah
menggantikan beliau menjadi khatib juma'at di masjid tetangga
pesantren, yang setiap jum'at kami shalat di sana. Saya sempat kaget
dan heran. “Lho. Kok saya?” Maklum di kampung kan, kalo jadi
khatib harus sudah sepuh, sudah menikah. Tapi saya kembali berpikir
lagi, “Kyai saya pasti sudah menghitung kemampuan saya”
Dari kejadian tersebut, awalnya saya
ragu, tapi kemudian saya tepis pikiran-pikiran tersebut. Saya yakin,
bahwa sang Kyai sudah menghitung kemampuan saya, saya tidak boleh
menyia-nyiakan amanah ini. Saya harus berhasil mengemban amanah ini,
jangan sampai malu-maluin
Kyai. Maka, sayapun buat persiapan, saya buka kitab-kita yang ada,
saya abil beberapa tema, saya buat naskah dan ringkasan materinya,
tak lupa saya bertanya dan berkonsultasi dengan santri-santri senior
lainnya. Dan hasilnya, Alhamdulillah
saya dapat tampil di depan ibu-ibu majlis ta'lim, saya dapat tampil
di depan jama'ah shalat jum'at. Dan ternyata, demikianlah Kyai saya
mendidik dan mengajarkan saya tentang aplikasi dari ilmu yang didapat
selama ini. Dari pengalaman itu, sampai saat ini saya bisa memimpin
ta'lim dan menjadi kahtib. Mungkin ketika itu saya menolak, tidak
pernh saya punya pengalaman menjadi pengisi ta'lim dan khatib.
Alhamdulillah,
terima kasih guruku.
Dalam kesehariannya, seorang guru
pastilah akan mengemban amanah, minimal amanah mengajar di kelas.
Lantas bagaimana agar guru tersebut dapat melaksanakan amanah
mengajar serta amanah lainnya? Ya, tanggung jawab. Karena tanggung
jawab itulah yang nantinya akan mengukur ke-profesionalitas-an
seorang guru. Dalam menjalankan fungsi pengajaran, tentunya ada
berbagai hal yang harus dilakukan oleh guru, mulai dari membuat
administrasi mengajar, penilaian, dan pelaporan. Memang terkadang
kita merasakan berat membuat hal-hal di atas, tapi... ya memang
harusnya demikian.
Selain tugas pengajaran, terkadang
kita diberikan amanah lain di sekolah, seperti menjadi wali kelas,
ketua pelaksanan kegiatan, koordinator bidang, dan lain sebagainya.
Dalam penetapan atau pemberian amanah
tersebut, bukan tanpa pertimbangan. Jauh sebelumnya, seorang pimpinan
pastilah telah melakukan berbagai pertimbangan tentang amanah yang
akan diberikan kepada bawahannya, sehingga ketika kita diberikan
amanah tersebut, yakinlah kita dapat melakukannya. Ketika kita
berkeyakinan dapat melakukannya, Insya Allah kita akan diberikan
kemudahan. tetapi bila kita ragu akan kemampuan kita, maka yakinlah
kita akan mendapatkan banyak kendala. Justru dari sinilah seorang
guru harus terus belajar dari semua hal yang kita lakukan.
3.
Memberikan Keteladanan di Manapun dan Kapanpun
Dalam sebuah hadist, Rasulullah SAW
bersabda : “Ittaqillaaha
haitsumaa kunta, wa'atbi'issyayiatal hasanata tamhuha,
wakhaliqinnaasa bi khuluqin hansan”.
Artinya : bertakwalah kalian di manapun kalian berada, ikutilah
perbuatan buruk kalian dengan perbuatan baik karena akan
menghapuskannya, dan berinteraksilah sesama dengan akhlak yang baik”.
Menjadi guru tidak hanya di sekolah.
Label guru yang kita sandang akan selalu melekat dalam diri kita di
manapun kita berada, baik di sekolah, di rumah, di jalan, di pasar,
dan ditempat lainya. Serta dalam kondisi kapanpu, baik ketika kita
senang, sedih, marah, bahagia, gembira, banyak masalah, dan
sebagainya.
Apa yang kita ucapkan dan lakukan
lakukan di sekolah senantiasa menjadi perhatian siswa-siswi kita,
baik cara bicara, kata-kata yang digunakan, cara berpakaian, sikap
duduk, cara makan, sampai kedipan mata kita senantiasa diperhatikan.
Keteladan yang dilakukan oleh seorang
guru hendaklah tidak hanya dilakukan di lingkungan sekolah, akan
tetapi dimanapun dan kapanpun ia berada haruslah selalu dijaga,
walapun siswa-siswi kita tidak melihat atau mendengarnya. Karena
walau bagaimanapun, terdapat hubungan emosional yang dalam antara
guru dengan murid.
Sebagai guru yang berada di sekolah
Islam, maka aspek utama yang harus diprioritaskan dalam masalah
keteladanan ialah masalah keteladanan batin (al-qudwah al-ruhiyah).
Sebagai contoh, ketika guru mengajarkan siswa untuk selalu shalat
berjama'ah di masjid,kemudian pada saatnya ia menggiring siswanya
pergi ke masjid untuk shalat berjama'ah, itu belum cukup memberikan
keteladan, sehingga ia (guru tersebut) ketika di rumah pun selalu
melaksanakan shalat di masjid.
Wahai para mujahid-mujahidah
tarbawiyah, sesungguhnya shalat kita, tilawah Al-Qur'an kita, shalat
tahajjud kita, shalat dhuha kita, shaum sunnah kita, dan
amalan-amalan lainnya akan besar dampaknya atau pengaruhnya terhadap
anak-anak kita. Sehingga, kesungguhan kita dalam menjaga
amalan-amalan tersebut merupakan perjuangan kita dalam memberikan
keteladanan yang baik.
Wallahu
A'lam Bish-Shawab
Harrah's Casino Tunica - MississippiHub
BalasHapusWith 청주 출장안마 more than 30,000 square feet of 속초 출장마사지 gaming floor, the Harrah's casino and 부천 출장마사지 hotel 화성 출장안마 offers modern conveniences. The resort features a full-service spa, 안산 출장안마