Memiliki anak yang sudah sadar dengan sendirinya dalam melaksanakan shalat lima waktu merupakan dambaan setiap orang, baik guru, orangtua siswa, maupun kebanggaan orang-orang yang ada di sekitarnya.
Dalam kondisi saat ini, menanamkan kesadaran terhadap siswa untuk melaksanakan shalat lima waktu tidaklah mudah, karena banyak hal yang menggoda atau menghambat, terutama bentuk-bentuk perminan yang cenderung melenakan siswa akan kewajibannya
Pada kesempatan ini penulis akan memaparkan beberapa hal yang dapat dijadikan sebagai kerangka dasar membangun kesadaran siswa dalam mendirikan shalat lima waktu. Hal-hal tersebut ialah :
Memberikan pendidikan shalat yang benar
Pendidikan shalat harus diterima oleh siswa harus benar-benar seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW. baik dari segi bacaan maupun gerakannya. Hal ini mutlak harus diberikan karena Rasulullah SAW pun mengajarkan kepada kita demikian dalam sebuah hadits yang artinya : “Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat” (HR. Bukhari)
Pada saat ini sudah banyak media yang dapat dijadikan rujukan oleh para pendidik dalam mengajarkan shalat yang baik dan benar. Sehingga pendidikan shalat yang benar akan lebih mudah dilaksanakan.
Evaluasi tiada henti
Proses evaluasi atau mutaba'ah haruslah dilakukan secara periodik, bahkan setiap hari. Hal ini karena siswa melakasanakan shalat pun setiap hari, sehingga kontrol terhadap pelaksanaan shalat siswa-pun harus dilaksanakan setiap hari.
Pada praktiknya, seorang guru di awal KBM pertama, atau ada kegiatan pra KBM yang dipandu oleh walikelas menanyakan secara umum tentang pelaksanakaan shalat hari kemarin. Dari sanalah nantinya didapat siapa saja yang sudah penuh lima waktu dan siapa yang masih ada yang terlewat. Untuk siswa yang pelum penuh lima waktu, maka harus dilakukan bimbingan khusus di akhir waktu shalat (ba'da shalat) yang diselenggarakan di sekolah.
Reward dan Fanishment yang Proporsional
Rasulullah SAW menhajarkan kepada kita agar menanamkan pendidikan shalat sejak dini. Dalam sebuah haditsnya, beliau SAW memerintahkan agar pendidikan shalat sudah diajarkan sejak usia 7 tahun. Ketika anak sampai usia 10 tahun masih belum mau melaksanakan shalat, maka berikan fanishment.
Pembiasaan shalat siswa di sekolah maupun di rumah yang dievaluasi harus mendapatkan apresiasi, baik hasilnya positif maupun negatif. Untuk perkembangan yang positif, banyak hal yang dapat dilakukan oleh guru dan orang tua, bisa dengan pujian, nilai, hadiah, dan sebagainya. Pemberian reward ini tentunya tidak selamanya. Siswa harus terus difahamkan tentang tujuan shalat itu sendiri, sehingga shalat yang dilaksanakan nantinya betul-betul karena Allah SWT, bukan karena ingin mendapatkan imbalan. Reward di sini hanya sebagai perangsang di awal. Setiap satuan pendidikan (TK, SD, SMP, SMA) pastilah berbeda bentuknya.
Dalam haditsnya, Rasulullah SAW menekankan pula aspek fanishment. Ini satu hal yang terkadang terlewatkan dalam pendidikan shalat. Rasulullah SAW sampai mengijinkan memukul siswa yang tidak mau melaksanakan shalat. Penerapan fanishment ini tentunya ada tahapan-tahapan. Bisa mulai dari teguran, normatif, administraif, sampai bentuk fisik. Faktor-faktor keselamatan dan efektifitas harus dikedepankan oleh guru dalam penerapannya. Prinsipnya, fanishment ni waib ada dalam menumbuhkan kesadaran shala siswa.
Keteladanan Guru yang Totalitas
Ada sebuah ungkapan yang sangat populer di kalangan pendidikan kita, yaitu “Guru Kencing Berdiri, Murid Kencing Berlari”. Ungkapan tersebut memang sarat dengan makna keteladanan yang harus dimunculkan oleh guru terhadap muridnya, lebih-lebih masalah shalat.
Di antara yang dapat dilakukan sekolah dalam membangun keteladanan ialah dengan menyelenggarakan shalat secara berjamaah di waktu sekolah. Untuk sekolah-sekolah yang menerapkan sistem full day shool, dapat melaksanakan shalat Zhuhur dan Ashar, sementara sekolah yang sampai siang, minimal shalat Zhuhurnya berjamaah. Sehingga, keberadaan masjid di sekolah atau di lingkungan sekolah sangat menentukan pelaksanaan program ini.
Keteladanan guru tidak hanya dinampakkan di hadapan siswa, akan tetapi di luar lingkungan sekolahpun tetap harus dilakukan. Karena mengajarkan shalat merupakan upaya membangun keshalihan hati, maka menjaga keshalihan hati oleh setiap guru sebuah keharusan. Ketika sampai di rumah, guru enggan pergi ke masjid untuk shalat berjama'ah, maka jangan berharap banyak siswa pergi ke masjid untuk shalat berjamaah. Makanya tidak heran, bila ada seorang siswa ketika di sekolah selalu melaksanakan shalat di masjid, tetapi di rumah enggan pergi ke masjid bahkan berani meninggalkan kewajiban shalatnya.
Selain itu, ketetaladan ini tidak hanya tugas guru agama saja, tetapi semua guru akan menjadi teladan bagi semua siswa, sehingga membangun kesadaran shalat bagi seluruh guru yang ada di sekolah haruslah dilakukan lebih awal.
Sinergi Sekolah dengan Orangtua Siswa
Keberadaan siswa di sekolah tidaklah selamanya, apalagi sekolah-sekolah umum yang waktu belajarnya singkat, sehingga harus ada program yang berkesinambungan antara sekolah dan orang tua dalam membangun kesadaran shalat. Orang tua tidak bisa melepaskan begitu saja, atau menyerahkan semua urusannya kepada sekolah (terima beres) saja, akan tetapi harus ikut menjaga shalat anaknya yang sudah dibangun oleh sekolah.
Dalam menyinergikan program ini, orang tua hendaknya menyempatkan shalat bersama anak-anak mereka, apakah di mesjid bagi laki-laki atau di rumah. Selain memberikan keteladanan, orang tua dapat melihat sejauhmana kualitas shalat anak-anaknya.
Sinergi yang lain ialah dengan memberikan laporan tertulis tentang perkembangan kasadaran shalat siswa kepada orang tuanya, minimal ketika pembagian laporan hasil belajar, termasuk menyampaikan kejadian-kejadian khusus terhadap perkembangan shalat siswa yang positif maupun yang negatif.
Program lain yang dapat dilakukan ialah dalam bentuk Pray Call, yaitu guru dalam kesempatan tertentu menelepon atau SMS siswa mengingatkan shalat, baik shalat wajib maupun sunnah. Program ini dikomunikasikan dengan rangtua agar di rumah didukung oleh orangtua masing-masing.
Mendo'akan siswa dalam setiap kesempatan
Do'a adalah senjata yang dimiliki oleh kaum muslimin. Selain melakukan tahapan di atas, dalam melengkapi upaya agar siswa/anak memiliki kesadaran untuk shalat, ialah dengan selalu mendo'akannya. Di antara do'a yang masyhur yang bisa dibacakan ialah, “Robbij 'alna muqiimash-sholaah wa min dzurriyyatina, Robbanaa wa taqobbal du'aa” artinya, “Ya Rabb, jadikanlah kami beserta keturunan kami (hamba) yang selalu mendirikan shalat, Ya Rabb kami, kabulkanlah do'a kami”.
Guru dan murid memiliki ikatan emosional yang erat, karena pada dasarnya keberadaan mereka ketika di sekolah bagaikan akankanak yang berada dalam sebuah keluarga. Gurulah orang tuanya. Kedekatan emosional ini menjalin sebuah hubunagn ruhiyahyang erat, sehingga do'a-do'a yang dipanjatkan oleh guru akan berdampak/berpengaruh positif terhadap perkembangan siswanya.
Ada seorang guru yang memiliki murid susah melaksanakan shalat, baik shalat wajib, lebih-lebih shalat sunnah. Ketika ditegur untuk melaksanakan shalat sunnah, dengan ringan ia menjawab, “Ah, shalat sunnah ini, Pak. Kan, ngga wajib.” Akan tetapi, ia tetap memberikan nasihat akan pentingnya shalat serta selalu mendo'akannya setiap ba'da shalat, terutama pada saat shalat malam. Hasilnya, alhamdulillah lambat laun terdapat meningkatakatan kesadaran untuk melaksanakan shalat.
Wallahu A'lam Bish-shawab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar