Selasa, 08 Mei 2012

Menjadi Guru Jangan Setengah Hati


Oleh : Suhandi, M.Pd.I


Bismillahirrahmanirrahim,
Yang namanya setengah-setengah memang tidak akan pernah menghasil yang maksimal. Seorang guru yang datang ke sekolah kemudian di pikirannya juga memikirkan anaknya yang sedang sakit di rumah, pastilah ia tidak akan maksimal dalam mengajarnya. Seorang siswa yang datang ke sekolah untuk belajar kemudian di dalam pikirannya juga memikirkannya permainan games online di warnet, maka yakinlah belajarnya tidak akan maksimal. Seorang ibu rumah tangga yang sedang memasak kemudian di dalam pikirannya memikirkan suaminya yang sedang dirawat di Rumah Sakit, maka kualitas masakannya akan bekurang, bahkan bisa-bisa gosong atau kurang bumbu.
Begitulah memang, dalam setiap aktivitas yang kita lakukan hendaknya kita dapat menghadirkan ruh dan jasad kita. Hati dan pikiran kita senantiasa dihadirkan, sehingga dapat menggerakkan tubuh dan panca indera untuk melakukan aktivitas yang maksimal.
Dalam dunia pendidikan, seorang guru memberikan peranan yang strategis dalam mengawal siswanya menuju gerbang kesuksesan. Sehingga, paya yang maksimal dalam mencapai tujuan tersebut sangatlah diperlukan upaya-upaya menghadirkan ruh dan jasad dalam proses mendidik siswa, termasuk menjaga segala aktivitas baik di sekolah maupun di luar sekolah, karena sadar ataupun tidak, segala aktivitas tersebut akan berimbas kepada siswa.
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan oleh seorang guru :
  1. Melururuskan Niat
Banyak ulama-ulama salam yang menuliskan bab niat ni di awal kitab-kitabnya. Ini sesuatu yang fundamental dalam menghasilkan sebuah amal yang produktif. Sebaga contoh, ketika pagi hari seorang guru berangkat dari rumah menuju sekolah, kemudian ia menancap gas motornya karena takut terlambat, malu namanya dipampang di papan keterlambatan, takut kehilangan reward kedisiplinan yang hanya Rp 50.000,00. Sesungguhnya ia telah salah dalam berniat. Manakala di perjalanan ia ditakdirkan terkena musibah, kemudian meninggal dunia, sepertinya ia akan meninggal dalam kondisi su'ul khatimah. Mengapa demikian? Karena dari awal kepergiannya ke sekolah, ia hanya mengharapkan urusan duniawi saja.
Alangkah indahnya, ketika seorang guru di pagi hari pergi ke sekolah, di tengah padatnya kendaraan, ia menancap gas sepeda motornya agar tidak terlambat ke sekolah. Ia ingin memberikan contoh kedisiplinan kepada siswa-siswinya, ia ingin menyambut kedatangan siswa-siswinya di gerbang sekolah, serta ia ingin mengawali kegiatan tilawah pagi di kelas beserta siswa-siswinya. Sekalipun ia di perjalanan menuju sekolah ditakdirkan Allah terkan musibah sampai meninggal dunia, Insya Allah ia meninggal dalam dalam keadaan husnul khatimah.
Kemudian dalam kondisi lain, terkadang profesi guru ini dijadikan sebagai profesi sampingan oleh sebagian orang yang tidak mampu bersaing di bidang lain. Dari pada tidak punya pekerjaan, ya jadi guru saja, karena mungkin prosesnya lebih mudah. Ini sebuah kondisi yang perlu diluruskan. Karena seseorang yang merniat menjadi guru hanya sebagai profesi kelas dua (sampingan), sesungguhnya tidak akan pernah bisa maksimal, karena ruhnya selalu berada di tempat lain, dan selalu mencari-cari peluang sukses di tempat lain. Padahal, peluang sukses yang ada di depan mata diabaikan.
Saya selalu terngiang-ngiang nasihat yang pernah dilontarkan oleh salah seorang guru saya ketika di SMA, ia berkata, “Han, kalau mau terjun pada sebuah profesi, cintai betul profesi itu karena pada suatu hari nanti, kamu pasti akan merasakan indahnya, nikmatnya profesi tersebut” Dari nasehat ini, saya meyakini bahwa memiliki profesi apapun, termasuk menjadi guru tidak bisa setengah-setengah. Semoga kita semua kalangan pendidik dapat meluruskan kembali niat kita selama ini. Yakinlah, menjadi guru akan mendapatkan keuntungan ganda, ke untungan di dunia dan keuntungan di akhirat.
2. Menerima Amanah dan Melaksanakannya dengan Tanggung Jawab
Ketika saya di pesantren dan kuliah masih tingkat I saya diminta oleh Kyai saya untuk menggantikan beliau mengisi ta'lim ibu-ibu pada hari ahad pagi. Pada awalnya saya kaget, minder, merasa gak mampu. Kenapa saya? Padahal masih ada dewan asatid lain.Kemudian saya kembali berpikir, “Tidak semata-mata Kyai saya memberikan amanah ini, kalau beliau tidak meyakini bahwa saya mampu
Dalam kesempatan lain, masih ketika saya di pesantren, saya untuk pertama kalinya diberikan amanah menggantikan beliau menjadi khatib juma'at di masjid tetangga pesantren, yang setiap jum'at kami shalat di sana. Saya sempat kaget dan heran. “Lho. Kok saya?” Maklum di kampung kan, kalo jadi khatib harus sudah sepuh, sudah menikah. Tapi saya kembali berpikir lagi, “Kyai saya pasti sudah menghitung kemampuan saya”
Dari kejadian tersebut, awalnya saya ragu, tapi kemudian saya tepis pikiran-pikiran tersebut. Saya yakin, bahwa sang Kyai sudah menghitung kemampuan saya, saya tidak boleh menyia-nyiakan amanah ini. Saya harus berhasil mengemban amanah ini, jangan sampai malu-maluin Kyai. Maka, sayapun buat persiapan, saya buka kitab-kita yang ada, saya abil beberapa tema, saya buat naskah dan ringkasan materinya, tak lupa saya bertanya dan berkonsultasi dengan santri-santri senior lainnya. Dan hasilnya, Alhamdulillah saya dapat tampil di depan ibu-ibu majlis ta'lim, saya dapat tampil di depan jama'ah shalat jum'at. Dan ternyata, demikianlah Kyai saya mendidik dan mengajarkan saya tentang aplikasi dari ilmu yang didapat selama ini. Dari pengalaman itu, sampai saat ini saya bisa memimpin ta'lim dan menjadi kahtib. Mungkin ketika itu saya menolak, tidak pernh saya punya pengalaman menjadi pengisi ta'lim dan khatib. Alhamdulillah, terima kasih guruku.
Dalam kesehariannya, seorang guru pastilah akan mengemban amanah, minimal amanah mengajar di kelas. Lantas bagaimana agar guru tersebut dapat melaksanakan amanah mengajar serta amanah lainnya? Ya, tanggung jawab. Karena tanggung jawab itulah yang nantinya akan mengukur ke-profesionalitas-an seorang guru. Dalam menjalankan fungsi pengajaran, tentunya ada berbagai hal yang harus dilakukan oleh guru, mulai dari membuat administrasi mengajar, penilaian, dan pelaporan. Memang terkadang kita merasakan berat membuat hal-hal di atas, tapi... ya memang harusnya demikian.
Selain tugas pengajaran, terkadang kita diberikan amanah lain di sekolah, seperti menjadi wali kelas, ketua pelaksanan kegiatan, koordinator bidang, dan lain sebagainya.
Dalam penetapan atau pemberian amanah tersebut, bukan tanpa pertimbangan. Jauh sebelumnya, seorang pimpinan pastilah telah melakukan berbagai pertimbangan tentang amanah yang akan diberikan kepada bawahannya, sehingga ketika kita diberikan amanah tersebut, yakinlah kita dapat melakukannya. Ketika kita berkeyakinan dapat melakukannya, Insya Allah kita akan diberikan kemudahan. tetapi bila kita ragu akan kemampuan kita, maka yakinlah kita akan mendapatkan banyak kendala. Justru dari sinilah seorang guru harus terus belajar dari semua hal yang kita lakukan.
3. Memberikan Keteladanan di Manapun dan Kapanpun
Dalam sebuah hadist, Rasulullah SAW bersabda : “Ittaqillaaha haitsumaa kunta, wa'atbi'issyayiatal hasanata tamhuha, wakhaliqinnaasa bi khuluqin hansan”. Artinya : bertakwalah kalian di manapun kalian berada, ikutilah perbuatan buruk kalian dengan perbuatan baik karena akan menghapuskannya, dan berinteraksilah sesama dengan akhlak yang baik”.
Menjadi guru tidak hanya di sekolah. Label guru yang kita sandang akan selalu melekat dalam diri kita di manapun kita berada, baik di sekolah, di rumah, di jalan, di pasar, dan ditempat lainya. Serta dalam kondisi kapanpu, baik ketika kita senang, sedih, marah, bahagia, gembira, banyak masalah, dan sebagainya.
Apa yang kita ucapkan dan lakukan lakukan di sekolah senantiasa menjadi perhatian siswa-siswi kita, baik cara bicara, kata-kata yang digunakan, cara berpakaian, sikap duduk, cara makan, sampai kedipan mata kita senantiasa diperhatikan.
Keteladan yang dilakukan oleh seorang guru hendaklah tidak hanya dilakukan di lingkungan sekolah, akan tetapi dimanapun dan kapanpun ia berada haruslah selalu dijaga, walapun siswa-siswi kita tidak melihat atau mendengarnya. Karena walau bagaimanapun, terdapat hubungan emosional yang dalam antara guru dengan murid.
Sebagai guru yang berada di sekolah Islam, maka aspek utama yang harus diprioritaskan dalam masalah keteladanan ialah masalah keteladanan batin (al-qudwah al-ruhiyah). Sebagai contoh, ketika guru mengajarkan siswa untuk selalu shalat berjama'ah di masjid,kemudian pada saatnya ia menggiring siswanya pergi ke masjid untuk shalat berjama'ah, itu belum cukup memberikan keteladan, sehingga ia (guru tersebut) ketika di rumah pun selalu melaksanakan shalat di masjid.
Wahai para mujahid-mujahidah tarbawiyah, sesungguhnya shalat kita, tilawah Al-Qur'an kita, shalat tahajjud kita, shalat dhuha kita, shaum sunnah kita, dan amalan-amalan lainnya akan besar dampaknya atau pengaruhnya terhadap anak-anak kita. Sehingga, kesungguhan kita dalam menjaga amalan-amalan tersebut merupakan perjuangan kita dalam memberikan keteladanan yang baik.
Wallahu A'lam Bish-Shawab

1 komentar:

  1. Harrah's Casino Tunica - MississippiHub
    With 청주 출장안마 more than 30,000 square feet of 속초 출장마사지 gaming floor, the Harrah's casino and 부천 출장마사지 hotel 화성 출장안마 offers modern conveniences. The resort features a full-service spa, 안산 출장안마

    BalasHapus